Niat Puasa Syawal Sekaligus Bayar Hutang Puasa Ramadhan, Apakah Boleh ?
Blog Ditulis oleh : Administrator 13 April 2023 | 13:44:02
Print Share Tweet Whatsapp Messanger
Pada bulan Syawal, bagi seorang muslim rasanya kurang jika tidak berpuasa selama enam hari. Sebagai seorang muslim yang tahu akan keutamaan puasa sunnah syawal tentu ingin melaksanakannya. Dan banyak yang mengira mereka bisa menggabungkan niat puasa syawal sekaligus bayar hutang puasa Ramadhan. Hal ini karena orang yang berpuasa selama enam hari pada bulan syawal setelah puasa Ramadhan penuh diberi pahala seperti orang yang berpuasa selama setahun penuh, sebagaimana sabda Nabi Muhammad dalam sebuah hadits.
قال صلى اللَّهُ عليه وسلم من صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا من شَوَّالٍ كان كَصِيَامِ الدَّهْرِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim).
Dalil ini menjadi dasar yang kuat bagi mazhab Syafi'i Ahmad Bin Hanbali dan Abu Daud mengenai puasa enam hari di bulan Syawal, sedangkan Abu Hanifah memakruhkan menjalaninya agar tidak memberi prasangka akan wajibnya puasa tersebut.
Menurut kalangan Syafi'i yang lebih utama yakni dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan (dimulai dari hari kedua Syawal), namun jika dilakukan secara terpisah atau di akhir bulan Syawal, maka dibolehkan. Masih mendapatkan keutamaan seperti hadits di atas. Sehingga tidak diperbolehkan menggabungkan niat puasa syawal sekaligus bayar hutang puasa Ramadhan (Qadha).
Namun pertanyaannya, apakah orang yang memiliki hutang di bulan Ramadhan baik karena bepergian, sakit, haid atau sebab lain yang diperbolehkan dalam syariat, menggabungkan niat puasa syawal sekaligus bayar hutang puasa Ramadhan(Qadha) ?
Catatan :
Bagi yang memiliki hutang puasa Ramadhan dianjurkan untuk segera melunasinya. Baru setelah itu dia bisa menunaikan puasa Syawal.
Ditulis dalam kitab Al-Khatib As-Syarbini Mughnil Muhtaj jilid 1, bahwa orang yang mengqadha di bulan syawal tidak mendapatkan keutamaan sebagaimana yang dimaksud diatas.
ولو صام في شوال قضاء أو نذرا أو غير ذلك ، هل تحصل له السنة أو لا ؟ لم أر من ذكره ، والظاهر الحصول. لكن لا يحصل له هذا الثواب المذكور خصوصا من فاته رمضان وصام عنه شوالا ؛ لأنه لم يصدق عليه المعنى المتقدم ، ولذلك قال بعضهم : يستحب له في هذه الحالة أن يصوم ستا من ذي القعدة لأنه يستحب قضاء الصوم الراتب ا هـ
Artinya, “Kalau seseorang mengqadha puasa, berpuasa nadzar, atau berpuasa lain di bulan Syawal, apakah mendapat keutamaan sunnah puasa Syawal atau tidak? Saya tidak melihat seorang ulama berpendapat demikian, tetapi secara zahir, dapat. Tetapi memang ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksud dalam hadits khususnya orang luput puasa Ramadhan dan mengqadhanya di bulan Syawal karena puasanya tidak memenuhi kriteria yang dimaksud. Karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa dalam kondisi seperti itu ia dianjurkan untuk berpuasa enam hari di bulan Dzul qa’dah sebagai qadha puasa Syawal.”
Puasa sunnah Syawal sekalipun tidak dilakukan setelah menunaikan kewajiban puasa qadha, tetap dianggap menjalankan puasa sunnah Syawal. Namun dia sama sekali tidak menerima pahala yang disebutkan dalam hadits Nabi saw.
Catatan :
Adapun bagi yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa uzur yang diperbolehkan oleh syariat, maka haram mengamalkan puasa sunnah syawal. Mereka wajib segera melunasi hutang puasanya. Sedangkan bagi yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit tertentu, maka makruh menjalankan puasa sunnah Syawal sebelum melakukan qadha puasa.
Hal ini dijelaskan oleh Syamsuddin Ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj jilid 3, sebagai berikut.
وَقَضِيَّةُ كَلَامِ التَّنْبِيهِ وَكَثِيرِينَ أَنَّ مَنْ لَمْ يَصُمْ رَمَضَانَ لِعُذْرٍ أَوْ سَفَرٍ أَوْ صِبًا أَوْ جُنُونٍ أَوْ كُفْرٍ لَا يُسَنُّ لَهُ صَوْمُ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ . قَالَ أَبُو زُرْعَةَ : وَلَيْسَ كَذَلِكَ : أَيْ بَلْ يُحَصِّلُ أَصْلَ سُنَّةِ الصَّوْمِ وَإِنْ لَمْ يُحَصِّلْ الثَّوَابَ الْمَذْكُورَ لِتَرَتُّبِهِ فِي الْخَبَرِ عَلَى صِيَامِ رَمَضَانَ . وَإِنْ أَفْطَرَ رَمَضَانَ تَعَدِّيًا حَرُمَ عَلَيْهِ صَوْمُهَا. وَقَضِيَّةُ قَوْلِ الْمَحَامِلِيِّ تَبَعًا لِشَيْخِهِ الْجُرْجَانِيِّ ( يُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ أَنْ يَتَطَوَّعَ بِالصَّوْمِ كَرَاهَةُ صَوْمِهَا لِمَنْ أَفْطَرَهُ بِعُذْرٍ
Artinya, “Masalah di Tanbih dan banyak ulama menyebutkan bahwa orang yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur, perjalanan, masih anak-anak, masih kufur, tidak dianjurkan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Abu Zur‘ah berkata, tidak begitu juga. Ia tetap dapat pahala sunnah puasa Syawal meski tidak mendapatkan pahala yang dimaksud karena efeknya setelah Ramadhan sebagaimana tersebut di hadits. Tetapi jika ia sengaja tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, maka haram baginya puasa sunnah. Masalah yang disebutkan Al-Mahamili mengikuti pandangan gurunya, Al-Jurjani. (Orang hutang puasa Ramadhan makruh berpuasa sunnah, kemakruhan puasa sunnah bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur).”
Wajib Mengqadha hutang puasa Ramadhan sebelum puasa Syawal
Oleh karena itu, tidak diperbolehkan niat puasa syawal sekaligus bayar hutang puasa Ramadhan, sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan melunasi hutang puasanya terlebih dahulu. Setelah hutang puasa Ramadhan lunas, dia bisa melanjutkan puasa sunah Syawal.
Mengenai keutamaan puasa Syawal ini, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dinyatakan “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun”.
Orang yang menggabungkan niat puasa syawal sekaligus bayar hutang (qadha) tentu jika niatnya untuk mengqadha maka tetap mendapat keutamaan puasa syawal atau menunaikan puasa nadzar di bulan Syawal juga tetap mendapat keutamaan, seperti halnya orang yang melakukan puasa sunnah syawal.
Keutamaannya adalah :
- Puasa sunnah Syawal sebagai penyempurna puasa ramadhan. Ini sama dengan shalat sunnah rawatib sebagai penyempurna shalat wajib lima waktu.
- Menyempurnakan pahala puasa menjadi pahala puasa satu tahun. Hal ini sebagaimana yang dijanjikan dalam Hadits Nabi dalam kitab Shahih Muslim : "Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti pahala puasa selama setahun."
- Puasa sunah syawal sebagai tanda syukur umat Islam kepada Allah swt, ramadhan merupakan tanda bahwa umat islam menerima puasa ramadhan. Karena sesungguhnya, ketika Allah swt menerima suatu amal kebaikan seseorang, maka Dia akan membalas kebaikannya.
- Puasa sunnah Syawal merupakan ungkapan syukur umat muslim kepada Allah SWT atas limpahan karunia di bulan Ramadhan berupa puasa, qiyamul lail (sholat malam), zakat dan lain-lain.
- Ibadah selama Ramadhan tidak terputus. Ketaatan puasa enam hari di bulan Syawal menunjukkan bahwa ibadah yang dilakukan selama Ramadhan tidak berakhir bahkan setelah bulan suci berlalu. Ibadah di bulan Ramadan memang harus dijaga. Inilah keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal yang perlu kita ketahui. Melihat manfaatnya yang sangat besar, tentunya sayang sekali jika tidak kita tunaikan.
Ketentuan Waktu Puasa Syawal Kapan puasa Syawal dimulai?
Idealnya tentu saja enam hari berturut-turut persis setelah hari raya Idul Fitri, yakni tanggal 2-7 Syawal. Tetapi orang yang berpuasa di luar tanggal itu, sekalipun tidak berurutan, tetap mendapat keutamaan puasa Syawal seakan puasa wajib setahun penuh. Oleh karena itu, seseorang diperkenankan menentukan puasa Syawal, misalnya tiap hari Senin dan Kamis, melewati tanggal 13, 14, 15, dan seterusnya selama masih berada di bulan Syawal. Seandainya seseorang berniat puasa Senin-Kamis atau puasa Ayyamul Bidl (13,14, 15 setiap bulan Hijriah), ia tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal sebab tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas apa pun niat puasanya (Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj).
Ketentuan Puasa Syawal
Kapan Puasa Syawal dimulai?
Idealnya tentu saja enam hari berturut-turut tepat setelah Idul Fitri, yakni tanggal 2 hingga 7 Syawal. Namun bagi mereka yang berpuasa di luar tanggal tersebut, meskipun tidak berturut-turut, tetap akan mendapat keutamaan puasa Syawal seolah-olah puasa wajib sepanjang tahun. Oleh karena itu, seseorang boleh berpuasa Syawal, misalnya setiap Senin dan Kamis, melewati 13, 14, 15, dan seterusnya selama masih dalam bulan Syawal. Jika seseorang berniat berpuasa Senin dan Kamis atau berpuasa pada Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), maka dia tetap mendapat keutamaan puasa Syawal, karena tujuan perintah puasa rawatib adalah pelaksanaan puasanya itu terlepas dari tujuan puasanya (Sheikh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj).
Pengertian Niat
Niat adalah salah satu rukun puasa dan ibadah lainnya pada umumnya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW bahwa segala sesuatu itu tergantung niat. Dalam niat, seseorang harus menyatakan niat (qashad) dalam hati, dalam hal ini puasa. Selain itu, seseorang wajib menyebutkan wajib atau sunnah perihal ibadah yang dilakukan. Ini disebut ta'arrudh. Pada saat yang sama, seseorang juga harus ingat untuk menyebutkan nama ibadah (ta'yin) saat melakukan niat. Para ulama berbeda pendapat tentang ta'yin tentang puasa sunnah Syawal. Beberapa ulama mengatakan bahwa "puasa sunnah Syawal" harus diingat jika niatnya ada di dalam hati. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa ta'yin tidak wajib. Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskannya sebagai berikut.
(وْلُهُ نَعَمْ بَحَثَ إلَخْ (عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَالنِّهَايَةِ وَالْأَسْنَى فَإِنْ قِيلَ قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ هَكَذَا أَطْلَقَهُ الْأَصْحَابُ وَيَنْبَغِي اشْتِرَاطُ التَّعْيِينِ فِي الصَّوْمِ الرَّاتِبِ كَعَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ وَأَيَّامِ الْبِيضِ وَسِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ كَرَوَاتِبِ الصَّلَاةِ أُجِيبُ بِأَنَّ الصَّوْمَ فِي الْأَيَّامِ الْمَذْكُورَةِ مُنْصَرِفٌ إلَيْهَا بَلْ لَوْ نَوَى بِهِ غَيْرَهَا حَصَلَ أَيْضًا كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ وُجُودُ صَوْمٍ فِيهَا ا هـ زَادَ شَيْخُنَا وَبِهَذَا فَارَقَتْ رَوَاتِبَ الصَّلَوَاتِ ا ه
Baca juga : jelaskan pengertian zakat fitrah beserta syaratnya
Artinya, "merupakan ungkapan yang digunakan di Mughni, Nihayah, dan Asna. Bila ditanya, Imam An-Nawawi berkata di Al-Majmu‘, ‘Ini yang disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi’iyyah. Semestinya disyaratkan ta’yin (penyebutan nama puasa di niat) dalam puasa rawatib seperti puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (13,14, 15 setiap bulan Hijriyah), dan puasa enam hari Syawal seperti ta’yin dalam shalat rawatib’. Jawabnya, puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya. Tetapi kalau seseorang berniat puasa lain di waktu-waktu tersebut, maka ia telah mendapat keutamaan sunah puasa rawatib tersebut. Hal ini serupa dengan shalat tahiyyatul masjid. Karena tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas apa pun niat puasanya. Guru kami menambahkan, di sinilah bedanya puasa rawatib dan sembahyang rawatib,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj).
Bagaimana Niat Puasa Syawal?
Berbeda dengan puasa Ramadhan, puasa Syawal tidak harus dilakukan pada malam hari atau sebelum subuh, seperti puasa Sunnah lainnya. Mereka yang tidak berniat di malam hari, tetapi tiba-tiba pada pagi atau siang hari ingin berpuasa sunnah Syawal, maka diperbolehkan baginya untuk berniat sejak ia berkehendak ingin berpuasa sunnah pada saat itu juga. Tentu saja, dia tidak makan, minum, atau melakukan apapun sejak subuh. Niat ini cukup dilafadzkan dalam hati bahwa ia siap menunaikan ibadah puasa Syawal. Tanpa mengucapkan niat, puasanya sah. Untuk memperkuat ini, ulama menganjurkan untuk melafalkan niat seperti ini:
Untuk niat malam hari:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ (Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah ta’ala).
Untuk niat siang hari:
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ (Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah ta’ala).
Baca juga : Niat puasa syawal sekaligus bayar hutang (Qadha)
Buka puasa sebelum Maghrib
Bolehkah berbuka puasa di tengah perjalanan karena alasan tertentu, seperti menjenguk atau menghormati tamu? Ya. Nabi sendiri pernah menegur sahabatnya ketika datang berkunjung dan ditawari makan, namun ia menolak karena sedang berpuasa sesuai sunnah. Nabi memintanya untuk membatalkannya dan mengqadhannya di lain hari (lihat hadits yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan al-Baihaq). Para ulama akhirnya merumuskan bahwa jika tuan rumah keberatan atas puasa sunnah tamunya, maka hukum membatalkan puasa sunnah agar dapat menyenangkan hati tuan rumah (idkhalus surur) adalah sunnah karena diperintahkan Nabi dalam hadits. Bahkan dalam keadaan seperti itu, dikatakan bahwa pahala membatalkan puasa lebih utama daripada pahala puasa Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi, I'anatut Talibin, III: 36).
Berbeda jika niat puasa syawal sekaligus bayar hutang(qadha), maka yang wajib yang diniatkan dan dilakukan adalah puasa Qadha, maka tidak boleh membatalkan puasa karena hal apapun kecuali sesuai ketentuan syari'at karena puasa qadha merupakan puasa wajib.
Bagaimana kita menjamu tamu saat sedang melaksanakan puasa sunnah syawal ?
Dapat kita contoh dari kisah Kiai Umar, saat beliau sedang berpuasa sunnah syawal namun beliau juga harus menjamu tamu disaat lebaran. Berikut kisahnya.
Dalam buku Ad Durrul Mukhtar karya KH Ahmad Baedlowie Syamsuri, yang berkisah tentang manakib (biografi) Kiai Umar, disebutkan bahwa Kiai Umar adalah orang yang rutin menjalankan puasa sunnah Syawal selama 6 hari setiap Syawal lainnya. Bahkan, di sisi lain, Kiai Umar juga menggelar open house pada hari-hari tersebut, untuk silaturahmi, tamu dari berbagai daerah datang saat Idul Fitri. Tapi bagaimana reaksi para tamu ketika mereka mengetahui bahwa tuan rumah yang mereka datangi sedang berpuasa?
Hampir bisa dipastikan mereka tidak bisa leluasa memakan makanan yang sudah ada di depan mereka. Siapa pun tamunya, bukankah itu sedikit halangan? Namun, Kiai Umar tidak kekurangan cara supaya bagi para tamunya untuk menikmati hidangan dengan leluasa tanpa menyadari bahwa kiai sedang berpuasa. Kiai Umar selalu menyiapkan setengah gelas air minum yang disajikan di hadapannya.
Saat kiai mempersilahkan para tamu untuk menikmati sajian makan dan minuma yang sudah disediakan “monggo- monggo, silahkan!”, Kiai Umar pun mengangkat gelas yang telah disiapkannya dengan menyentuhkan bibir gelas di tangannya hingga berada di antara bibir kiai. Dengan begitu, tidak ada tamu yang merasa bahwa kiai sedang berpuasa. Tak satu pun dari mereka memperhatikan bahwa setengah gelas air di hadapan kiai hanyalah air fantasi. Hanya keluarga atau orang terdekat yang mengetahui hal ini. Inilah salah satu potret orang yang mengikuti sunnah Nabi dengan cara elegan dan hati-hati. Mereka tidak hanya berpegang pada apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam hukum Syariat, tetapi mereka juga selalu mematuhi kebiasaan dan adab dalam masyarakat.
Hikmah dari Kisah Kiai Umar
Setidaknya Anda bisa mengambil pelajaran di sini. Pertama, bahwa Kiai Umar mengamalkan puasa sunnah selama 6 hari di bulan Syawal, yang pahalanya sama dengan puasa setahun penuh. Kedua, Kiai Umar adalah orang yang memperlakukan tamu dengan hormat. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya”.
Jadi, ingat ya gaiss!! Seperti penjelasan yang sudah dijelaskan diatas, tidak boleh menggabung niat puasa syawal sekaligus bayar hutang puasa Ramadhan, tetapi puasa Qadha dulu baru melaksanakan puasa syawal. Intinya kalau Anda puasa Qadha di Bulan Syawal maka tetap memperoleh keutamaan puasa syawal. Semoga bermanfaat...
Print Share Tweet Whatsapp Messanger